Pada 7 Mei, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Manila dan Polisi Nasional Filipina (PNP) telah menyelamatkan 1.090 orang dari beberapa negara yang diperdagangkan ke negara tersebut dan dipaksa bekerja hingga 18 jam sehari untuk menjalankan penipuan cryptocurrency.
Sebagian besar korban berasal dari negara-negara di Asia termasuk Vetnam (389), China (307), Filipina (171), dan Indonesia (143), Nepal (40), Malaysia (25), yang diduga terpikat oleh iklan media sosial yang menawarkan pekerjaan bergaji tinggi.
Kepolisian Filipina juga menangkap setidaknya 12 tersangka pemimpin kelompok yang diyakini berafiliasi dengan Colorful dan Leap Group. Selain itu, entitas tersebut diduga terlibat dalam aktivitas penipuan crypto.
Belakangan ini, Filipina dan Asia Tenggara tengah menjadi sarang bagi penipuan kripto. Seperti yang pernyataan dalam laporan, para korban pertama-tama akan ditawari pekerjaan online, penerbangan gratis, hingga berbagai macam akomodasi.
Namun, setelah tiba di negara tersebut, paspor korban akan disita dan dipaksa bekerja selama 18 jam setiap hari dengan pemotongan gaji untuk berbaur dengan rekan kerja atau mengambil istirahat panjang.
Dalam konteks ini, Juru Bicara Komisi Anti Kejahatan Siber (ACG) Filipina, Michelle Sabino menjelaskan bagaimana penipuan crypto ini bekerja. Menurut Sabino, pekerja dilatih untuk menarik orang asing yang lengah dan tidak bersalah di wilayah Amerika Serikat, Eropa, dan Kanada agar membeli aset kripto atau menyetor uang ke rekening bank palsu setelah menjalin hubungan romantis palsu.
“Mereka akan membangun janji masa depan yang baik bersama. Mari kita beli rumah, beli mobil, mari kita investasikan uang atau mari kita berbisnis bersama,” ujar Sabino.
Sabino mengatakan bahwa operasi yang dilakukan polisi merupakan buah hasil dari permintaan duta besar Indonesia di Manila untuk membantu menemukan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban.