John Reed Stark, mantan Kepala SEC, baru-baru ini berpendapat bahwa walaupun ada usaha dari raksasa keuangan Wall Street untuk memperdagangkan dana di pasar spot Bitcoin, Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) tidak akan dengan mudah mengubah pendiriannya dalam menentang hal tersebut.
Stark, seorang mantan Kepala SEC, telah mengemukakan sudut pandangnya terkait kemungkinan persetujuan aplikasi terbaru untuk ETF spot Bitcoin. Dia telah mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang berpotensi mempengaruhi keputusan ini.
Dalam posting terbarunya di platform X, Stark merujuk pada analisis yang diajukan oleh para ahli di BetterMarkets, yang telah mengungkapkan pandangan mereka melalui SEC Comment pada tanggal 8 Agustus 2023.
Pandangan Stark mengindikasikan bahwa saat ini kemungkinan SEC enggan memberikan persetujuan untuk aplikasi ETF Bitcoin spot karena perubahan signifikan dalam lanskap kripto yang bisa terjadi setelah pemilihan berikutnya. Ia menyoroti bagaimana tokoh-tokoh utama dari spektrum politik yang beragam, seperti mantan Presiden Donald Trump, mantan Sekretaris Negara Hillary Clinton, dan Anggota Kongres Maxine Waters, memiliki pandangan yang menganggap mata uang kripto sebagai potensi ancaman.
Selanjutnya, Stark juga memberi petunjuk bahwa jika presiden yang terpilih pada tahun 2024 berasal dari Partai Republik, ada peluang yang signifikan bahwa SEC akan mengadopsi pendekatan yang berbeda terhadap kripto.
“Perubahan kepemimpinan di SEC biasanya memerlukan waktu beberapa bulan setelah Presiden baru dilantik. Jika Presiden Republik terpilih, maka kemungkinan besar Ketua SEC saat ini akan mundur, dan kemungkinan Hester Pierce atau komisaris Republik senior lainnya akan mengisi posisi tersebut,” tulis Stark.
Pandangan Stark muncul pasca langkah SEC yang memutuskan memperpanjang masa peninjauan aplikasi ETF Bitcoin spot dari Ark Invest.
Tindakan Stark sering kali menuai kontroversi di kalangan pengguna Twitter di ranah kripto, karena kritiknya yang terkadang tajam terhadap industri, dan ia juga aktif berdebat secara terbuka dengan para pelaku di dalamnya.
Pada bulan Mei, Stark terlibat dalam serangkaian perdebatan dengan Paolo Ardoino, Chief Technology Officer Tether, terkait kritiknya terhadap penerbitan stablecoin. Dia mengungkapkan keprihatinannya atas apa yang ia pandang sebagai ketidakjelasan dalam laporan keuangan dan kekurangan regulasi pemerintah. Meskipun beberapa alasan yang dikemukakan Ardoino diterima olehnya, Stark tetap berpendapat bahwa hanya pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari kripto yang terusir, dan dia menyoroti aspek negatif seperti kriminalitas di negara-negara maju.
Satu bulan berikutnya, Stark memunculkan pertanyaan mengenai keandalan teknologi blockchain yang menjadi dasar bagi cryptocurrency, memicu perdebatan dengan investor kripto Mark Cuban, yang dengan tegas membela industri.